Poco Leok Melawan

Bangkit Bersama Tanah yang Luka

Oleh: Melky Nahar (Koordinator JATAM)


Foto: Dokumentasi pribadi warga 


Paskah 2025 datang di tengah duka dan perlawanan: dari Wae Sano yang dijanjikan surga, Poco Leok, Mataloko, dan Sokoria yang terus dikepung, hingga Lesugolo dan Atadei yang mulai terancam. 


Di Flores dan Lembata, kebangkitan belum sungguh terjadi. Di tanah yang disebut negeri Injil itu, warga disalibkan oleh negara yang menukar hidup rakyat dengan proyek panas bumi atas nama transisi energi.


Di Poco Leok dan seluruh pelosok yang ditandai titik merah pada peta investasi, umat mengalami derita yang tak kunjung berlalu. Mereka dipukul, diintimidasi, dibungkam, diadu domba, dikriminalisasi - bahkan iman pun dijadikan alat legitimasi, seolah penderitaan rakyat adalah bagian dari rencana penyelamatan nasional. 


Tapi Paskah tidak pernah berpihak pada kekuasaan yang menindas. Paskah adalah pernyataan bahwa Allah tidak berpihak pada investor tamak dan elit politik yang arogan, melainkan pada mereka yang lemah dan menderita. 


Kebangkitan Kristus adalah panggilan untuk bangkit bersama tanah yang luka - bukan mengkhianatinya. Paskah bukanlah seremoni liturgis yang nyaman di balik dinding gereja, tetapi tindakan konkret berdiri bersama warga yang mempertahankan kampung, tanah, dan air sebagai anugerah ilahi. 


“Apa artinya merayakan Paskah jika kita diam saat tanah dirampas, hutan dirusak, gunung dibongkar, dan rakyat dijadikan korban tumbal atas nama pembangunan?”


Negara yang menyebut diri hadir untuk kesejahteraan justru hadir sebagai mesin perusak. Proyek yang katanya demi rakyat, dijalankan dengan cara-cara yang mematikan martabat dan masa depan rakyat. 


Di balik jargon "green energy" tersembunyi kerakusan: menyingkirkan warga demi proyek untuk keuntungan pelaku industri, mencabut hak ulayat dengan dalih kepentingan umum, dan menyulap anugerah alam menjadi angka di laporan keuangan. Ini bukan pembangunan - ini pengkhianatan.


Paskah 2025 mengajak kita menolak iman yang buta dan diam. Jika Gereja tidak bersuara bagi warga yang ditindas, maka ia hanyalah makam kosong yang dipoles dengan liturgi. Kristus yang bangkit tidak memanggil kita untuk nyaman, tapi untuk berani: menyatu dengan derita rakyat, melawan sistem yang merampas hidup, dan menyalakan harapan yang lahir dari keberpihakan.


Alleluia tak akan berarti jika kita tak berjalan bersama Poco Leok, Wae Sano, Mataloko, Sokoria, Lesugolo, Atadei—dan semua tanah yang sedang menangis. Sebab hanya dengan bangkit bersama mereka, kita sungguh-sungguh hidup.


Selamat Pesta Paskah. Tuhan memberkati!

 

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak