Poco Leok Melawan

Narasi Palsu Hingga Ancaman Lingkungan: Sorotan WALHI NTT Terhadap Proyek Geothermal di Flores

Laporan: Trisno Arkadeus


Warga Poco Leok dalam aksi unjuk rasa di Ruteng pada 9 Agustus 2023 menolak proyek geotermal. (Dokumentasi Warga)


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengemukakan keprihatinan mendalam terkait promosi proyek geotermal di Flores yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan. 


Dalam laporan peliputan Floresa.co pada 13 Januari 2025, WALHI menegaskan bahwa klaim proyek ini sebagai ramah lingkungan seharusnya tidak mengabaikan realitas yang ada di lapangan.


Proyek geothermal, yang digadang-gadang sebagai solusi energi bersih, seringkali disajikan dengan narasi yang menjanjikan. Namun, WALHI menyatakan bahwa ada potensi risiko besar yang mengancam keselamatan lingkungan di wilayah tersebut. 


Meskipun pengembangan energi terbarukan sangat penting, cara dan proses implementasinya harus dipertimbangkan secara matang agar tidak merugikan ekosistem lokal dan masyarakat.



Bencana Geologis 


Dalam konteks ini, WALHI menyoroti berbagai dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh proyek geothermal, seperti kerusakan habitat, pencemaran sumber daya air, dan gangguan terhadap kehidupan masyarakat yang bergantung pada lingkungan alami mereka. 


Yuvensius Stefanus Nonga, Deputi Walhi NTT mengungkapkan bahwa proses pengeboran panas bumi dapat mencemari air tanah dengan zat-zat berbahaya, termasuk menghasilkan gas beracun seperti hidrogen sulfida [H2S]. 


Yuven mengingatkan bahwa kasus seperti ini sudah terjadi di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi [PLTP] Lahendong, Sulawesi Utara, di mana kebocoran gas beracun berdampak pada kesehatan warga sekitar.

“Tidak ada jaminan bahwa limbah panas bumi akan dikelola dengan benar,” katanya. Selain mencemari lingkungan, proyek panas bumi juga bisa memicu bencana geologis. 

Ia mencontohkan kasus di PLTP Sarulla, Sumatera Utara, di mana aktivitas pengeboran menyebabkan kerusakan tanah, munculnya sulfur hingga dua kilometer dari lokasi eksploitasi, dan ancaman tanah longsor.

Kejadian serupa juga terjadi di Pohang, Korea Selatan, pada 2017. Aktivitas pengeboran panas bumi di sana memicu gempa bumi yang merusak ribuan rumah dan memaksa warga mengungsi. 

“Risiko seperti ini harus menjadi perhatian serius pemerintah,” katanya. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa proyek ini bisa menjadi awal dari eksploitasi yang lebih luas, yang pada akhirnya akan mengancam kelestarian alam dan kearifan lokal.


Narasi Solusi Energi yang Palsu


Poster warga Poco Leok dalam aksi unjuk rasa di Ruteng pada 9 Agustus 2023 menolak proyek geotermal. (Dokumentasi Warga)



Penelitian akademis dan studi kasus di berbagai lokasi menunjukkan bahwa, proyek-proyek serupa sering kali menimbulkan konflik antara kepentingan ekonomi dan perlindungan lingkungan. 


Yuven menyebut proyek geotermal sebagai “proyek dengan risiko keuangan yang cukup tinggi” di mana pada saat yang sama “dalih skema investasi dan utang digunakan,” bagian dari pemenuhan terhadap anggaran yang tinggi dalam pembangunan proyek itu.

Hal ini, menurutnya karena dalam tahapan eksplorasi “butuh teknologi yang cukup besar” dan “belum tentu sekali bor, langsung berhasil.”

Selain itu, skema pembukaan lahan berimbas “penggusuran masyarakat” menjadi salah satu dampak yang tak terelakan. Ia juga menyoroti beban ekonomi yang ditimbulkan oleh proyek panas bumi, bagian dari membebankan keuangan negara.

Biaya rehabilitasi lingkungan, bantuan bagi korban, dan pemulihan ekosistem, kata dia, dapat menjadi beban besar bagi anggaran negara. “Proyek ini sering kali dibungkus dengan narasi solusi energi yang palsu,” katanya.

Ia menyebut “siapapun yang membawa narasi ini untuk melegitimasi kehadiran proyek panas bumi di Flores,” maka “ia sedang melakukan pembodohan publik.” Karena yang terjadi sebenarnya, kata dia, adalah masyarakat lokal yang harus menanggung seluruh dampak negatifnya.

Oleh karena itu, WALHI NTT mendorong pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan evaluasi yang lebih komprehensif dan transparan terkait dampak lingkungan, sebelum melanjutkan proyek tersebut.


WALHI juga mengajak masyarakat untuk lebih kritis terhadap informasi yang disebarluaskan oleh pengembang proyek. Dalam banyak kasus, klaim-klaim yang menonjolkan sisi positif proyek sering kali tidak seimbang dengan informasi mengenai potensi risiko yang dihadapi.


Dengan demikian, penting bagi masyarakat untuk memiliki akses terhadap fakta dan data yang valid agar dapat berpartisipasi dalam dialog dan pengambilan keputusan yang lebih baik.


Melihat situasi ini, WALHI NTT berkomitmen untuk terus memantau dan memberikan advokasi terhadap isu-isu lingkungan yang muncul akibat proyek-proyek yang tidak berkelanjutan. 


Mereka berharap agar semua pihak, termasuk pemerintah, pengembang, dan masyarakat, dapat bekerja sama untuk menciptakan solusi energi yang tidak hanya efisien, tetapi juga menghormati dan melindungi lingkungan serta kehidupan sosial masyarakat setempat.


Dengan demikian, pendekatan yang lebih kritis dan rasional terhadap proyek geothermal di Flores diperlukan untuk memastikan bahwa pengembangan energi terbarukan tidak mengorbankan aspek keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.



Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak