Sumber Gambar: Dokumentasi warga - Bapak Kampi (Kiri) saat diwawancarai oleh Mayo, salah satu anak muda Poco Leok |
Penulis: Tim Pocoleok Melawan
Pracerita; Memori ini adalah kumpulan jawaban dari Bapak Kampi, yang dirangkum Mayo Dintal (18 tahun) saat meminta cerita tentang kisah berburu madunya yang sudah Ia jalani selama 30 tahun. Mayo adalah pemuda asli Lungar , Pocoleok. Merekam cerita pencari madu awalnya adalah niat serius kami untuk membuat karya film dokumenter tentang aktivitas anti mainstream dari mereka-mereka ini. Pun sekaligus menunjukan potensi ekonomi tanding dari apa yang disediakan alam Pocoleok kepada masyarakat adat yang mendiaminya. Ini sekaligus menunjukan bahwa warga telah lama menjadi sejahtera dengan cara mereka sendiri. tanpa perlu sentuhan lain dengan dalih tertentu. Kami masih menunggu waktu musim madu tiba dan para pemburunya beranjak mengumpulkan air nektar itu sambil kami merekamnya dan membuat sebuah karya sederhana. Nantikan film kami, Kawan.
“Jika lebah menghilang dari permukaan bumi, manusia tidak akan punya waktu lebih dari empat tahun untuk hidup”
Kampianus Jebarus , di usia setengah abad lebih lima tahun masih energik. Tetap lenting langkahnya berayun dan masih aktif bertani . Saat sedang senggang di hari libur bertani Beliau hobi duduk melingkar sambil minum tuak yang berujung bernyanyi ria bersama warga lain di Lungar. Selain itu, ada satu profesi musiman nan ekstrim serta cukup berbahaya yang juga masih Ia jalani untuk menambah pendapatan keluarga. Dau Ruang atau mencari Madu dari Lebah Madu Batu (apis mellifera) . Aktivitas yang masuk dalam golongan pekerjaan berbahaya karena Ia harus berhadapan dengan potensi sengat dengan reaksi yang cukup serius mengancam hidup bila terkena gigitan. Saat ditanya mengapa masih melakukan aktivitas berbahaya itu, Ayah lima anak itu melemparkan jawaban yang lazim seperti kepala rumah tangga lain bahwa aktivitas itu telah membantu banyak hal untuk kebutuhan keluarga mereka. Termasuk biaya sekolah bagi lima orang anaknya. Simak ceritanya!
*Mayo: Bagaimana ceritanya sampai kemudian Bapak jadi Pemburu Madu?
*Bapak Kampi: awalnya saya juga takut dengan lebah, akhirnya suatu waktu di masa muda, Om saya ajak saya untuk belajar berburu madu. Untuk tahu sarang lebah saat musimnya, kita perlu melakukan mana atau pemantauan terlebih dulu. mana harus dilakukan saat pagi ketika matahari terbit. Kita berhadapan dengan arah matahari sambil memantau dari jauh dengan posisi tangan mendatar di atas dahi (seperti saat menghalau terik). Saat itu kita akan bisa melihat kelompok lebah itu terbang, di mana mereka terbang maka sarangnya tidak jauh dari situ. Saya mulai aktif cari madu saat saya umur 25 tahun.
Dok. Kawan muda Pocoleok (ket. foto Bpk Kamti(kanan) dan Mayo (kiri) sedang omong-omong di halaman kampung Lungar)
*Mayo: Biasanya musim lebah muncul itu, bulan-bulan berapa saja?
* Bapak Kampi: biasanya saya mulai jalan pergi cari madu itu saat rentang antara bulan dua belas sampai bulan enam begitu. Karena di saat itu, banyak tanaman di hutan mulai berbunga.
Mayo: “Ada atau tidak ritual khusus yang dibuat supaya tidak kena gigit? Seperti mengucapkan mantra-mantra begitu?
Sumber gambar: Dokumentasi Warga (ket. foto lebah madu sedang membangun sarang di salah tiang bambu di rumah warga) |
*Bapak Kampi: Tidak ada. Saya berpakaian seperti biasa saja, paling yang diperlukan hanya rokok yang harus terus menyala, karena lebah takut dengan asap. Hanya untuk lindung bagian muka saja, kalau tangan sudah pasti kena gigit, itu resiko pasti, tapi di samping kerja ini juga bikin dapat uang gampang. Tapi, gigitan itu, tidak ada artinya dengan jumlah uang yang kita dapat, karena harga madu kecil itu lumayan. Per satu botol bir harganya sekarang Rp 150.000,-. Kalau satu hari sudah dapat empat botol itu lumayan sudah hahaha.
*Mayo: Bapak adalah Pencari madu batu, bagaimana membedakannya dengan lebah hutan lain?
*Bapak Kampi: secara umumnya dua lebah ini tidak jauh beda, hanya kalau yang saya lihat, madu yang buat sarang di batu atau lubang pohon ini sedikit lebih kecil dari pada lebah madu yang membuat sarang di di ranting pohon yang menjulur. Itu mengapa kami menyebut lebah ini dengan ruang koe (lebah kecil), dan ruang mese (lebah besar) untuk lebah madu pohon. Ada satu cara unik juga untuk membedakannya, ruang koe biasanya sering hinggap di tempat bekas kencing manusia, sedangkan ruang mese tidak. Mungkin itu kenapa madu lebah kecil ini lebih herbal hahaha.
*Mayo: memangnya apa khasiat dari madu ruang koe?
*Bapak Kampi: Madu ruang koe sering diberikan pada anak kecil yang batuk atau sumber tenaga bagi ibu hamil, caranya, tinggal campurkan beberapa sendok makan madu campur dengan kuning telur. Itu makanya banyak yang cari madu ruang koe. Harganya pun lebih mahal dari madu ruang mese. Banyak juga pedagang madu yang nakal kadang-kadang, mereka mencampur madu ruang koe dan ruang mese kemudian menjualnya dan bilang kalau itu madu ruang koe asli. Tapi saya tidak pernah begitu. Ada cara untuk tes madu ruang koe yang asli dan tidak yaitu pake korek api dan kertas Koran. Satu lidi korek dicelupkan ke dalam madu, lalu kemudian coba dinyalakan, kalau itu korek dicelup ke madu ruang koe asli, maka pasti akan tetap menyala. Korek tidaka akan bisa menyala kalau dicelupkan ke madu yang tidak asli atau yang sudah dicampur. Yang berikut, bisa tes tuang setitik madu ke kertas Koran, kalau itu madunya asli, cairannya tidak akan merembes tembus, sebaliknya kalau itu madu tidak asli.
*Mayo: Di tahun berapa Bapa dapat hasil madu paling banyak?
*Bapak Kampi : itu tahun 2006, waktu itu saya dapat sampai 148 botol. Memang waktu itu harganya masih Rp 7.500,- per botol, tapi saya dapat lumayan banyak uangnya untuk angka waktu itu tahun. Mungkin itu juga karena masih banyak pohon di hutan dan belum banyak orang yang mencari madu waktu itu. Tapi kalau sekarang mustahil per orang bisa dapat sampai sebanyak itu. Sekarang sudah banyak orang yang melakukan aktivitas ini, di daerah Pocoleok saja, satu kampung itu bisa sampai belasan bahkan puluhan orang yang mencari madu. Selain itu, juga karena sekarang sudah banyak jenis pohon yang ditebang kalau warga mau buka kebun baru. Padahal dulu itu, kalau saat musimnya, sarang madu itu banyak sekali.
*Mayo: Terus, bagaimana dengan musim madu yang sekarang ini, Bapak?
*Bapak Kampi: Kalau sekarang seperti yang tadi saya bilang, dau ruang (mencari madu) agak sulit, karena sebab-sebab tadi. Kalau pas musimnya sekarang lebah madu banyak kami temukan hinggap di bunga kopi, jagung, vanili dan akasia. Hasil yang saya dapat juga beberapa tahun terakhir ini paling banyak 15 sampai 20 botol saja. Tapi dengan harga sekarang yang Rp 150.000,- masih lumayan. Kalau pas musimnya saya bisa dapat sampai dua atau tiga juta. Saya jarang jalan keliling untuk jual madu, lebih sering orang yang mencari madu yang datang ke sini untuk beli madu. Dari kantor pos, pastoran, Papang, Ruteng dan daerah lain itu sering datang. Mungkin karena mereka tahu kalau saya tidak pernah jual madu yang campur, tapi madu ruang koe asli.
*Mayo: saya pernah dengar istilah rapang dan soang dalam dunia orang-orang yang cari madu. Bagaimana artinya itu, Bapa?
*Bapak Kampi:dua-duanya sama-sama berarti sarang. Rapang itu khusus sebutan sarang untuk ruang wani atau ruang mese tadi, yang biasanya ada di ranting-ranting pohon yang menjulur. Sedangkan soang sebutan sarang untuk lebah madu kecil tadi yang tempatnya di lubang-lubang batu atau lubang kayu.
*Mayo: Dengan adanya proyek geothermal yang akan masuk ke wilayah Pocoleok ini, bagaimana pengaruhnya terhadap lebah dan keberlangsungan aktivitas para pemburu madu?
Sumber gambar: Dokumentasi warga (ket. Bapak Kamti sedang ragakan mana atau pemantauan) |
*Bapak Kampi: yang harus kita ingat dan tahu adalah lebah adalah hewan yang sensitif dan takut dengan asap. Asap rokok yang sedikit saja bisa buat mereka pergi meninggalkan mereka punya sarang, apalagi dengan asap tebal dari pipa proyek yang semisal jadi dibangun di sini nanti. Kalau tidak ada lebah yang datang lagi ke Pocoleok, maka saya juga akan kehilangan penghasilan dan pekerjaan dari aktivitas ini. Apalagi di Pocoleok ini banyak pencari madu. “
Kutipan pembuka di awal bukanlah sebuah pembuka biasa dan tidak terlalu luar biasa juga sebenarnya, namun beralasan dan logis secara biologi untuk melihat peran besar serangga penyerbuk dalam membuahi bunga pada suatu tumbuhan dalam menyempurnakan fase pertumbuhan tanaman dari proses bunga menjadi bakal buah. Salah satu jenis serangga penyerbuk itu adalah lebah madu. Mengingat banyak jenis tanaman agraris yang buahnya dimanfaatkan untuk makanan, herbal dan lainnya, maka peran lebah madu menjadi sangat penting di setiap jejak migrasinya. Tidak semata juga karena madunya itu berguna bagi pertumbuhan hidup warga. Tapi juga karena perannya dalam pertanian tanaman berbuah.
Lebah terbagi dalam tiga koloni; lebah penjelajah, lebah pekerja dan lebah ratu. Lebah pekerja adalah lebah yang menghasilkan madu yang diambil dari nektar bunga saat fase bunga mulai merekah menuju bakal buah. Serangga ini merupakan salah satu hewan yang memiliki cara komunikasi paling unik. Sebelum menjadi madu, nektar terlebih dahulu di sedot dari dalam mahkota dan disimpan dalam organ perut kedua lebah pekerja yang terdesain khusus untuk menyimpan madu. Kemudian koloni lebah pekerja akan memuntahkan kembali cairan nektar itu di sarangnya melalui moncongnya. Cairan nektar akan melalui proses pengentalan melalui penguapan di sarang lebah, tentu dengan tekniknya sendiri yang dikerjakan oleh lebah-lebah madu.