Poco Leok Melawan

Harapan Warga: “Kiranya Roh Tuhan Turun Juga kepada keuskupan Ruteng Seperti yang Disampaikan Oleh Uskup Agung Ende”

Siaran Pers
Tanggapan  Video Uskup Agung Ende Mgr. Paul Budi Kleden tentang penolakan geotermal di sejumlah titik Wilayah Keuskupannya. 


Keterangan foto : Sejumlah warga Poco Leok memberi apresiasi atas sikap Uskup Agung Ende sekaligus menyatakan harapan kepada Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat agar ikut memberikan sikap yang sama untuk menolak kehadiran proyek Geotermal di Poco Leok (11 Januari 2025)


Setelah mendengar berbagai kesaksian dari sejumlah pihak yang berasal dari sejumlah titik eksplorasi geothermal yakni di Sokoria, wilayah Kabupaten Ende, dan di Mataloko, Kabupaten Ngada, tentang eksplorasi geotermal. Senin, (6/1) di Ndona, Ende, Uskup Agung Ende. Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD secara tegas menolak eksplorasi geothermal yang ada di wilayah Keuskupan Agung Ende [KAE]. Uskup Ende meminta supaya di tingkat kevikepan berbicara tentang tema geotermal. Pernyataan ini disampaikan pada saat acara Natal Bersama Para Imam se-Keuskupan Agung Ende di Ndao.


Bagaimana tanggapan Masyarakat adat Poco Leok perihal pernyataan sikap Uskup Agung Ende?

Tadeus Sukardin, salah satu warga Poco Leok mengungkapkan rasa terima kasih kepada Uskup Agung Ende dan memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya. Karena menurutnya, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan geotermal ini berdampak kepada umat kristiani yang ada di Flores. 

“Saya berharap, keuskupan-keuskupan lain, terutama keuskupan Ruteng bisa mengambil sikap yang sama seperti Keuskupan Agung Ende, karena itu berkaitan dengan tahun ekologis yang telah disampaikan keuskupan pada tahun sebelumnya.”

Bagi Tedeus, apa yang disampaikan Uskup Agung Ende adalah visi dari gereja yaitu menjaga keutuhan ciptaan tuhan. “Berarti eksploitasi yang berkaitan dengan geotermal tidak boleh dilakukan. Sikap tegas itu pula sekaligus menjaga umat-umatnya yang ada di Flores” tuturnya. 

Agustinus Tuju selaku ketua dewan stasi Lungar, Poco Leok menanggapi bahwa sikap Bapak Uskup Agung Ende merupakan bentuk kepedulian untuk umat kristiani. Harapan yang tentu sama agar Uskup Ruteng turut mengambil posisi tegas atas polemik geotermal yang terjadi di Kabupaten Manggarai.  

“Selama ada penetapan Pembangunan Geotermal di Poco Leok, kami kesulitan membangun stasi dan membangun iman karena terjadi perbedaan pendapat antara warga. Harapannya, Uskup Ruteng bisa mengeluarkan pernyataan sikap agar umatnya di Poco leok bersatu kembali membangun iman dan stasinya secara fisik” tegas Agustinus Tuju. 

Kampianus Jebarus, warga gendang Lungar, Poco Leok juga turut berharap, “agar keuskupan Ruteng, melalui Uskup Mgr. Siprianus Hormat, turut mengambil sikap tegas keberpihakan bersama warga yang sudah 3 tahun terakhir berjuang menolak hadirnya proyek geotermal di Poco Leok,”.

Senada dengan itu, Fernando Tasak mengaku senasib dengan warga yang ada di Sokoria dan Mataloko, dimana ruang hidupnya terancam dengan kehadiran proyek geotermal. Maka dari itu, anak muda yang juga putra dari tetua adat di kampung Mori, Poco Leok ini berharap “Kiranya Roh Kudus juga turun kepada Uskup Ruteng dan juga para Imam se-keuskupan Ruteng agar bisa mewartakan hal serupa seperti yang disampaikan oleh Uskup Agung Ende.” 

Agar, lanjutnya, alam ini tetap utuh dan indah adanya, seperti yang telah diciptakan oleh Tuhan, yang telah diwariskan kepada leluhur kami, yang hidup di wilayah adat Poco Leok ini. “Sehingga kami tetap aman dan ruang hidup kami tetap terjaga,” tutupnya. 

Sementara itu, Maria Teme dan Elisabeth Lahus mewakili Perempuan adat Poco Leok mempertanyakan “seperti apa perasaan Uskup Ruteng setelah mendengar apa yang dikatakan Uskup Agung Ende?” 

Maria Teme berharap, agar Uskup Ruteng bisa menanggapi pernyataan Uskup Agung Ende dan ikut menyatakan sikap tegas keberpihakan atas polemik yang terjadi. 

Apalagi, terhitung lebih dari 27 “Aksi Jaga Kampung” yang telah dilakukan oleh 10 kampung adat di Poco Leok sejak tahun 2023 sampai 2024, tidak adanya sikap dari pihak keuskupan. 

Kekhawatiran terhadap ancaman kerusakan lingkungan, warisan adat dan budaya, serta rusaknya ruang hidup mereka, warga mengalami sejumlah kekerasan dan intimidasi serta rusaknya hubungan sosial antar warga, namun tak sedikit pun menjadi perhatian keuskupan.

“Kami warga Poco Leok hidup dari tanah, tanah kami tidak boleh di bor, kalau tanah kami di bor berarti bagi kami kaum ibu, seperti melukai rahim ibu”, tegas Elisabeth Lahus. 




Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak