Laporan ini ditulis oleh : Trisno Arkadeus (Pemuda Poco Leok)
Forum diskusi yang diinisiasi oleh Studi Lingkungan Hidup Saunggalih bertajuk “Geotermal: Gunung Arjuno Welirang Punya Panas Bumi, Siapakah yang Diuntungkan?”, bertujuan untuk menjelajahi potensi geotermal di Gunung Arjuno.
Selain itu, program diskusi lingkungan yang menjadi bagian dari Unit Kegiatan Mahasiswa Studi Lingkungan Hidup Saunggalih, Universitas Yudharta Pasuruan, pada 18 Oktober 2024 lalu itu, menyoroti dampak dari projek geotermal yang sering mendapat penolakan warga dan bahkan banyak terjadi di wilayah lain di Indonesia.
Tentu tak bisa dipungkiri, cadangan energi geotermal sekitar 28.000 MW membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi geotermal terbesar di dunia. Tak tanggung-tanggung, pemerintah Indonesia pun menargetkan pengembangan energi geotermal secara agresif pada beberapa tahun mendatang. Hal ini mencakup eksplorasi dan pengembangan di berbagai lokasi, termasuk daerah dengan aktivitas vulkanik seperti Gunung Arjuno.
Gunung Arjuno, yang terletak di Jawa Timur, merupakan salah satu gunung dengan potensi geotermal yang signifikan. Dengan ketinggian mencapai 3.339 meter di atas permukaan laut, gunung ini tidak hanya menjadi objek wisata yang menarik, tetapi juga sumber energi geotermal. Namun, siapa yang akan mendapat untung dan siapa yang buntung dari proyek tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan kritis dan reflektif itu, penulis merangkum sejumlah catatan penting. Mengingat, lembaga perguruan tinggi Universitas Yudharta Pasuruan yang terletak di kota Pasuruan, Jawa Timur berada dalam satu wilayah dengan Gunung Arjuno, yang memiliki kesamaan dengan keberadaan sejumlah perguruan tinggi yang ada di kota Ruteng dengan wilayah Poco Leok (lokasi perencanaan pengembangan geotermal) di Kabupaten Manggarai, NTT.
Dalam forum diskusi yang banyak dihadiri oleh puluhan mahasiswa itu, menyatukan persepsi tentang pemahaman bahwa inisiatif lingkungan merupakan kewajiban moral bukan semata-mata pilihan, adalah sebuah keharusan. Sebab pelajar memiliki potensi untuk membuat perubahan penting sebagai agen pembuat kebijakan yang mudah mempengaruhi dan berperan dalam berbagai tingkatan.
Terutama keterlibatan untuk melihat secara kritis perencanaan pengembangan proyek tersebut. Secara khusus, isu-isu lingkungan dan keberlanjutan, bersamaan dengan harapan, agar kampus serta mahasiswa lebih adaptif terhadap persoalan sosial kemasyarakatan di sekitarnya.
Apabila kampus sebagai komunitas akademik tidak menunjukkan keberpihakannya pada masyarakat sipil, tentu hal ini mengindikasikan bahwa penelitian dan pengabdian masyarakat belum termanifestasi dengan baik.
Dalam konteks ini, mahasiswa memiliki peran penting dalam mendalami dan mempromosikan penggunaan energi terbarukan. Melalui diskusi dan penelitian, mahasiswa dapat berkontribusi pada pengembangan kebijakan energi yang ramah lingkungan. Selain itu, keterlibatan dalam proyek-proyek geotermal dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang isu-isu lingkungan dan keberlanjutan.
Perlawanan dari Warga
Meskipun tidak ada informasi spesifik mengenai perlawanan warga di Gunung Arjuno, secara umum, proyek geotermal di berbagai daerah di Indonesia sering menghadapi penolakan dari masyarakat lokal, termasuk di wilayah Poco Leok.
Selain karena adanya kepentingan dan keuntungan kelompok tertentu dari pihak pemerintah maupun perusahaan, banyaknya lokasi geotermal di Indonesia telah menyebabkan kerugian dan kehancuran bagi lingkungan serta ruang hidup masyarakat setempat. Beberapa temuan dan fakta di lapangan terkait penolakan warga, antara lain;
1. Dampak Lingkungan
Masyarakat khawatir akan dampak negatif proyek geotermal terhadap lingkungan, termasuk kerusakan lahan pertanian dan sumber daya air.
2. Keterlibatan Masyarakat
Banyak proyek geotermal di Indonesia tidak melibatkan masyarakat lokal dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Hal ini sering dimanfaatkan oleh pemerintah dan perusahaan untuk mempercepat proses pembebasan lahan bagi proyek geotermal.
3. Aksi Protes
Di beberapa lokasi, warga telah melakukan aksi protes untuk menyampaikan ketidaksetujuan mereka terhadap proyek geotermal, dengan tuntutan agar pemerintah dan perusahaan lebih memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dari proyek tersebut.